Penyakit Hati, Penyakit Kebaikan

10 komentar
Jilbab...Dulu ia ada diatas ribuan helai rambut itu..Berkibar indah saat angin menyapa..Memberikan keanggunan yang tak ternilai harganya..Tapi kini... Rambutmu mulai terlihat melambai..Kibaran jilbab tak terlihat lagi..Kau kemanakan jilbabmu..Sudah usangkah? Sudah hilangkah? sudah jengahkah?Kamu atau Jilbab yang tak setia itu?

Mengingat masa transisi seseorang memang membutuhkan waktu yang berbeda. Butuh kerelaan hati untuk selalu menjalankan yang terbaik dalam kehidupan seseorang. Belajar mengerti orang lain memang tidak mudah. Jangankan yang tidak berjilbab, bahkan mereka yang berjilbab saja masih terus mendapat omongan ini dan itu yang notabene dilakukan oleh orang-orang yang tidak berjilbab.



Jangan merendahkan.. Jangan merendahkan.. Jangan merendahkan. Yang berusaha menjadi lebih baik dengan menutup kaki dengan kaos kaki saja masih kena bully, yang kakinya jeleklah, bubulen-lah, Penyakitanlah.

Mereka yang mengerti akan hanya tersenyum saja menanggapi omongan itu:

"Ah kamu... gak penting sekali perkataanmu, gak pantaslah dapet jawaban dari saya, saya rasa hatimu masih tertutup bahkan saat saya menjelaskannya, berulang kali sudah saya memberi penjelasan"

Hanya begitu saja, yakini saja apa yang membuatmu yakin itu adalah kebenaran sementara ketika orang lain menunjukkan kebenaran kamu menolaknya.  Penyakit hati, penyakit kebaikan..

Majelis Ghibah


"Jangan pernah bergaul dengan orang-orang yang suka membicarakan orang lain, saat kamu tidak ada, kamulah yang jadi topik obrolannya"

Saya pernah membaca kata-kata itu, dan nampaknya bergaul dengan ahli Ghibah, gak ada untungnya sama sekali, pasti itu. Manusia memang tak suka keburukannya dikorek, tapi adakalanya mereka suka mengorek keburukan orang lain. Mulai ketidaksukaan saya akan majelis ghibah memang sudah sangat terasa, mau tau orangnya atau tidak, mau ngerti permasalahannya atau tidak, mau itu benar atau salah, jangan membicarakan orang lain. Jangankan mendengar, membaca saja saya sudah malas, jangan ajak saya berbisik dengan berkoar-koar dengan perkataan tak mutu dengan ngobrolin orang lain.


 Penyakit hati, penyakit kebaikan..


Memang, artikel ini terlintas ketika saya memikirkan sesuatu, mereka yang pernah berpapasan langsung dengan saya. Jangankan orang lain, saudara saya sendiri sering sekali membuat saya ingin menghindarinya. Bukan orangnya, tapi sikap buruknya. Saya hanya belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik meskipun diantara orang buruk, sayalah yang terburuk. Semoga Allah memberikan kemudahan-kemudahan dalam masa transisi ini, menjadi pribadi yang tidak menyukai dan ikut campur dari majelis ghibah. Hati ini sudah kotor dengan kerak-kerak dosa yang menempel, haruskah kutambahkan lagi?  Haruskah?
Husnul Khotimah
Seorang ibu yang senang menulis tentang motivasi diri, parenting dan juga tentang kehidupan sehari-hari di Jombloku. Semoga blog ini bisa membawa manfaat buat kita semua.

Related Posts

10 komentar

  1. Iya, Saya sudah seringkali mengingatkan saudara saya untuk berhijab namum katanya " Yang penting hatinya dulu yang dihijabin"... Saya hanya sekedar berdoa, semoga diberi hidayah oleh Allah, dan dimudahkan proses dalam berhijabnya!

    BalasHapus
  2. Aku pernah ditanyain kenapa pergi jarak dekat aja pake kaos kaki. Aku jawab sambil bercanda, biar kakiku gak belang, Surabaya panas, haha. *jawaban gak penting* Orang kayak gitu gak bisa dikasih jawaban serius. Biasanya aku jawab pake jawaban guyon. Dan mereka akan lelah ketika nanya aku jawabannya guyon mulu :D. Kebanyakan mereka bertanya bukan ingin kepengen tahu, tapi pengen nyindiri dan nyiyir jadi harus dibikin mangkel sekalian :D

    BalasHapus
  3. Iya nyun, dulu aq yg membully istriku karena kaoskakian. Setelah beberapa bulan pacaran, barulah saya dapat gebyuran rohani tentang semua itu. Dan itu awal transisi seseorang sebut saya aku. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebut saya aku? maksudte lo opo wkwkw, sebut saja bunga ta hahaha

      Hapus
  4. Kalau saya mulai bener-bener tersentuh dan makjleb dengan hadits rasul "berkata baik atau diam". Saya mulai belajar untuk lebih banyak diam, karena ternyata diam itu menyelamatkan. Daripada banyak bicara lalu terpeleset. Trus saya juga biasanya lebih banyak diem Mbak sama orang-orang yang cenderung bikin ilfiil. Diem aja gitu gak mulai bicara duluan kec ditanya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo saya diemmm aja, baru kalo ada duitnya ngomong hahah #eh gak dink :p

      Hapus
  5. kenopo aku salfoks sama komenannya yaaannn
    hhahahahaaa

    ghibah itu sulit nahannya karena sering kita juga nggak sadar lagi ghibah. karena itu harus sering ngingetin diri sendiri
    ini catatan buat daku juga

    BalasHapus

Posting Komentar