Perbaikan Diri, Dimulai dari Sebuah Pengakuan

Posting Komentar

 "Abi.., Kenapa ya aku selalu nggak nyaman ketika banyak orang tau tentang media sosialku. Aku seperti nggak suka dikomentari dan saat melihat media sosial orang lain yang lebih unggul dariku, aku cenderung menarik diri"

"Kenapa.... Kamu iri ya.." Celetuknya enteng..

Benar, suami saya ini orangnya pendiam (kalau sedang bersama orang lain) namun saat bersama saya dan di rumah bareng anak-anak, suami adalah sosok yang hangat, penyayang, lucu, humoris, sabar dan paling pengertian juga paling pedas komentarnya meskipun sangat jarang.

Saya tipe orang yang cuek-cuek saja kadang juga rada jengkel kalau sudah dikomentarin dan itu benar adanya. Seperti nggak terima padahal kenyataan haha.

Dan sepertinya seperti kasus kali ini, saya cenderung menjauhi orang-orang hebat, berbeda dengan suami yang berusaha mencari alasan mengapa dia bisa hebat. Tidak banyak orang yang bisa membuat saya terinspirasi untuk maju dan menjadi orang yang lebih. Malah terkadang saya sudah mundur duluan kalau tau siapa orangnya ahhahaha.

Mengenali Orang Lain itu Tidak Mudah

Butuh waktu yang lama untuk mengenali orang lain, karena saya yang sekarang adalah seorang pemikir berat, mengenali orang lain itu sangat sulit. Apalagi jika hanya berbicara melalui dunia maya, tentu butuh waktu untuk tau karakter seseorang itu seperti apa.

SKSD yang biasanya saya andalkan juga tidak langsung saya praktekkan kepada semua orang. Intinya, saya orangnya supel dan lucu juga ceria, tapi saat berada jauh dari orangnya, saya orang yang nyebelin wkwkwkw. Tapi siapa juga yang peduli, nggak ada orang yang mau perhatian saya haha.

Tentang Manusia dan Sifat Iri

Pertama, saya nggak iri sama hal-hal duniawi yang dimiliki oleh orang lain. Yang saya irikan adalah, mengapa saya nggak bisa seaktif orang lain. 

Kedua, saya nggak iri sama rezeki orang lain, Allah sudah mengatur dengan baik bagian rezeki kita. Yang saya irikan, mengapa orang lain yang terlihat rezekinya nggak banyak, bisa lebih banyak bersedekah daripada saya yang ngerasa lebih mampu.

Ketiga, Ya.. kadang saya juga iri dengan orang-orang yang mampu menebarkan kebaikan dan motivasi kepada orang lain, mengapa saya nggak bisa? Apa karena saya hanya lulusan SMP? NGgak kok, bukan itu, saya juga mempunyai pengalaman hidup yang orang lain bisa baca.

Lalu, saya iri sama apa?

Sepertinya.. saya iri mengapa saya begitu malas sedangkan orang lain bisa sukses ditengah-tengah kemalasan yang sedang saya nikmati, jengkel dan sedih. Cuma itu? Nggak, masalahnya saya nggak action action hahahhaa.. 

Jadi?

Kita boleh kok bermalas-malasan, tapi ingat ada hal yang harus kita kejar. Karena sejatinya malas itu membuat segalanya menjadi  mahal. Lalu bagaimana dengan sifat iri? Tentu kita nggak bisa sepenuhnya menghapus sikap iri dalam hati ini karena kita hanya manusia. Selama ke-iri-an kita nggak merugikan orang lain, selama iri kita nggak mengarah pada hal-hal buruk dan selams iri kita nggak membuat orang lain celaka, saya rasa itu boleh-boleh saja.

Apalagi iri-iri yang bisa membuat kita jadi lebih giat dan lebih maju, malah bagus dong, iri aja terus haha. 

Intinya.. kenyamanan dalam diri sendiri adalah hal yang harus kita perjuangkan. Semua memiliki sisi positif dan negatif, dan kehidupan ini memang hanya tentang pilihan. Saya berharap, perasaan apapun yang ada dalam diri kita, yang tumbuh bersama kita menjalani kehidupan ini, semoga bisa diambil dan dijadikan acuan untuk mengarahkan kita kepada hal-hal yang baik.

Termasuk, menerima ucapan orang lain sebagai cambuk untuk perbaikan diri.

Jadi.. Kapan terakhir kalian iri?
Husnul Khotimah
Seorang ibu yang senang menulis tentang motivasi diri, parenting dan juga tentang kehidupan sehari-hari di Jombloku. Semoga blog ini bisa membawa manfaat buat kita semua.

Related Posts

Posting Komentar