Bahkan tidak jarang juga kita mendengar lagu yang sedikit-sedikit menyerempet kearah yang berbau sex atau lagu-lagu yang sepertinya mengungkapkan sebuah emosi dengan cara yang sangat vulgar. Saya tidak bermaksud untuk menggurui akan tetapi, apa yang saya dengar dan apa yang kita dengar sudah pasti seringkali membuat kita merasa tidak nyaman saat mendengarkannya karena terlalu vulgar atau karena menggunakan kata-kata yang berlebihan.
Saya tidak menyebutkan secara spesifik lagu apa itu tapi yang pasti kamu sudah tahu lagu-lagu apa saja itu. Dan baru-baru ini yang cukup menghebohkan tentu saja keluarnya lagu yang berjudul “Lelaki Kardus” yang dinyanyikan oleh Novi. Lagu yang liriknya bercerita tentang perceraian tersebut tentu saja merupakan lagu yang seharusnya menjadi pukulan bagi orang-orang yang suka kawin cerai atau orang-orang yang kurang menghargai kesetiaan. Akan tetapi, pemilihan kata-kata yang digunakan sebagiannya ada yang sangat tidak pantas untuk diucapkan oleh anak yang masih berusia 12 tahun, lebih-lebih sebuah ucapan atau kata-kata yang ditujukan kepada orang tuanya sendiri lebih-lebih seorang bapak.
Tentu saja secara tidak langsung lagu tersebut mencerminkan dirinya mengenai penghargaannya atau penghormatannya terhadap seorang bapak walaupun sejatinya Bapak tersebut membuat kita sebagai anak merasa sakit hati atau tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Walaupun Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan dalam berbicara, akan tetapi, tentu saja rasanya tetap tidak pantas bagi kita untuk berbicara mengenai hal-hal yang buruk terhadap orang tua lebih-lebih karena mereka memiliki jasa yang cukup banyak terhadap kehidupan kita terutama pada saat kita masih kecil.
Saya jadi membayangkan bagaimana seandainya anak saya yang masih kecil sekarang ini mengerti apa yang dimaksudkan oleh lagu-lagu tersebut atau paling tidak menyukai lagu-lagu itu. Tentu saja dia akan menyanyikannya berulang-ulang kali sehingga akan membekas di hatinya. Atau bahkan mungkin bisa jadi hal tersebutlah yang dijadikan sebagai sebuah acuan yang kemudian membentuk karakter sang anak. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya apabila lagu-lagu tersebut mempengaruhi anak-anak lain saat ini.
Saat ini ada banyak Vincent Setiadi yang lainnya yang juga tanpa malu-malu berusaha untuk menelurkan lagu-lagu yang terkadang memaksa kita untuk membayangkan hal-hal yang hanya dilakukan oleh orang dewasa. Dan lebih parahnya lagi, lagu-lagu tersebut sangat mudah populer terutama di kalangan anak-anak. Jadi mungkin itulah sebabnya mengapa saya secara pribadi tidak terlalu sering mendengarkan lagu-lagu dan bahkan di komputer maupun di gadget yang saya miliki, saya sudah tidak menyimpan lagu-lagu atau musik MP3. Selain saya merasa lagu-lagu tersebut adalah lagu-lagu bajakan yang bukan menjadi hak saya.
Semoga saja apa yang saya lakukan saat ini yaitu jarang mendengarkan musik atau lebih selektif dalam memilih musik bisa diikuti oleh anak saya di masa yang sehingga ia akan lebih kerja atau paling tidak anak saya akan lebih kritis dalam memilih lagu yang seharusnya didengarkan.
Vinvent Setiadi? Bagus amat mbak nama samarannya. Hahaha. Iya seharusnya yang bikin lagu mikir dulu kalau mau membuat lagu untuk dinyanyikan anak 12 tahun. Atau sebetulnya memang sengaja agar cepat populer? Entahlah
BalasHapusDemi popularitas dan duit cepat, anak-anak jadi korban...
BalasHapus