#LifeYourWay, Traveling Cara Aku yang Bermimpi Liburan ke Gili Trawangan

1 komentar

Kebebasan diri berawal dari sebuah kemauan dan kepercayaan untuk bisa melakukannya. Tanpanya, seakan dibelenggu oleh pikiran yang sempit, tak ingin keluar darinya, tak ingin melihat betapa dunia ini luas adanya, betapa indahnya jika kita berani untuk mengambil jalan hidup sesuai apa yang kita inginkan #LifeYourWay.

Dan inilah kisah saya, si anak desa yang mulai berani bermimpi melihat dunia lebih luas dan indah bersama Traveloka.

Lahir dan besar di desa terpencil yang ada di kaki Gunung Anjasmoro serta berasal dari latar belakang keluarga yang kurang mampu, membuat saya berkecil hati dan tidak berani punya mimpi.

Jangankan bermimpi yang muluk-muluk, mimpi untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dari SLTP saja, terpaksa harus saya kubur dalam-dalam, karena kemampuan ekonomi kami saat itu memang sangat terbatas.

Tapi siapa sangka, jika kendala yang membuat saya putus sekolah tersebut justru berbalik menjadi berkah dan menjadi jalan buat saya untuk menyibak luasnya dunia dan mengenal banyak orang-orang hebat di kemudian hari.

Putus Sekolah

Setelah lulus SD, bapak mendaftarkan saya ke satu-satunya MTSN terdekat yang jaraknya kurang lebih 5 Km dari rumah.

Karena tidak punya kendaraan dan karena tidak ada uang untuk ongkos angkot maka, jalan kaki adalah satu-satunya opsi bagi saya untuk pulang-pergi ke sekolah.

Bukan hal yang ringan sebenarnya, karena rata-rata jalan di kampung halaman saya ini memang menurun dan menanjak terjal sesuai dengan kontur lanskap-nya yang berbukit.

Tapi itu tak menyurutkan semangat saya untuk bersekolah. Karena saya memang suka belajar dan selalu tertarik dengan ilmu pengetahuan sejak kecil.

Jalan kaki ke sekolah tak pernah saya keluhkan meski menjadi rutinitas harian saya selama bersekolah dari kelas 1 hingga lulus.

Dan kelak… saya tak akan ragu jalan kaki (lagi) ke SLTA yang jaraknya lebih jauh itu. Asalkan saya bisa terus sekolah.

Tapi, begitulah suratan takdir. Besarnya keinginan saya tak sebanding dengan kemampuan ekonomi keluarga.

"Nduk… bapak menyesal, karena tidak bisa menyekolahkan kamu ke sekolah yang tinggi." Begitu ujar bapak suatu hari, yang saya tanggapi dengan diam seribu bahasa.

"Kamu tahu kemampuan kita, hanya sebatas ini." Imbuhnya dalam bahasa jawa khas orang desa.

Meski saya sejak awal sudah tahu kalau sekolah ke jenjang yang lebih tinggi tampaknya mustahil, tapi jauh di lubuk hati saya, saya tetap menyimpan asa. Meski pada akhirnya, kenyataanlah yang menang.

Mengadu Nasib ke Kota

Tidak bisa melanjutkan sekolah jelas membuat batin saya terpukul. Namun saya tak ingin larut dalam ratapan. Saya pikir, saya pasti bisa berbuat sesuatu untuk membantu orang tua dan mengurangi beban mereka.

Apalagi, saya juga masih punya adik laki-laki yang masih sekolah. Saya sangat berharap ia bisa bersekolah hingga ke perguruan tinggi kelak.

Keinginan untuk membantu orang tua dan menyekolahkan adik membuat saya tak ragu menerima tawaran kerja di kota meski usia saya pada saat itu baru 14 tahun.

Berbekal "harapan" saya mencoba peruntungan dengan mengadu nasib di kota besar (baca: Surabaya) yang selama ini hanya saya ketahui sebatas bayang-bayang yang tercipta dari cerita-cerita para tetangga.

Sejak berangkat dari rumah. Saya sudah berencana untuk bekerja menjadi pembantu (PRT). Karena saya hanya remaja lulusan SLTP tanpa pengalaman bekerja. Tapi setidaknya, pekerjaan ini halal dan bisa menghasilkan uang.

Bekerja menjadi PRT ternyata tidaklah mudah. Apalagi saya minim pengalaman dan masih kekanak-kanakan. Alhasil, saya beberapa kali gonta-ganti majikan.

Hingga akhirnya saya meluangkan waktu untuk khusus belajar menjadi babysitter demi menambah keahlian dalam resume saya.

Alhamdulillah… keputusan tersebut membawa saya pada majikan yang baik dan lingkungan yang edukatif. Setelah dipercaya menjadi babysitter selama beberapa tahun oleh keluarga tempat saya bekerja tersebut, belakangan saya diajarkan komputer dan diminta untuk menjaga warnet.

Jadi Blogger dan Menghasilkan Uang Tambahan

Setelah mulai bekerja menjaga warnet milik majikan, saya pun mulai mengenal dunia blogger yang kini menjadi salah satu sumber penghasilan saya hingga menikah dan punya anak.

Meski ditugaskan menjaga warnet, namun saya tetap harus menyelesaikan pekerjaan di rumah sebelum berangkat ke warnet.

Setiap hari saya selalu berusaha bangun lebih awal dan bekerja lebih cepat agar bisa pergi ke warnet secepatnya. Bukan tugas jaga warnet yang membuat saya sesemangat itu, tapi belajar ngeblog lah yang membuat saya begitu antusias.

Kegiatan ngeblog benar-benar saya seriusin hingga menghasilkan dan menambah gaji saya yang hanya 700K per bulan. Lumayan, buat menambah kiriman saya untuk Ibu di rumah dan biaya sekolah adik.

Berani Bermimpi 

Ngeblog benar-benar menjadi berkah buat saya. Dari aktivitas ini saya bisa menghasilkan uang tambahan, bisa berkenalan dengan orang-orang hebat, mempertemukan saya dengan "future husband," mengembalikan kepercayaan diri saya, serta mewujudkan sejumlah mimpi-mimpi yang dulu saya anggap sebagai angan-angan kosong belaka.

Lahir di pelosok desa, berasal dari keluarga yang tidak mampu, hingga putus sekolah, sempat membuat saya merasa tidak pede dan rendah diri.

Tapi, setelah satu persatu peluang bermunculan di hadapan saya, perlahan kepercayaan diri saya kembali. Meskipun, perasaan rendah diri itu sulit dihilangkan. Perasaan inilah yang membuat saya tidak berani menyenangkan diri sendiri dan kerap membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Tapi setelah menikah, suami dengan sabar memberikan motivasi dan pandangan-pandangannya yang membuat saya percaya bahwa, saya bisa menjadi diri sendiri dan tidak perlu takut untuk menyenangkan diri sendiri serta punya mimpi sendiri yang akan saya wujudkan.

Kegiatan ngeblog memang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap rasa percaya diri saya. Melalui kegiatan ini, saya bisa bekerja di Bali sekaligus liburan. Padahal, sebelumnya saya tidak pernah membayangkan diri saya suatu saat bisa pergi liburan ke Bali, karena saya pikir hanya orang-orang "berduit" sajalah yang bisa liburan dan Menikmati keindahan pantai pantai di sana.

Bisa bekerja sekaligus liburan ke Bali bukanlah satu-satunya kejutan di dalam hidup saya yang membuat saya berani bermimpi. Tapi, kesempatan jalan-jalan ke Lombok, ke Kalimantan, hingga main ke Jakarta setelah terpilih menjadi salah satu pemenang lomba menulis blog juga turut membuat saya semakin berani untuk bermimpi.

Sayangnya, tidak seperti saat berlibur ke tempat-tempat lain, saya datang ke Jakarta tidak bersama keluarga dan hanya datang untuk mengikuti serangkaian tour yang diinisiasi oleh pihak penyelenggara, sekaligus menghadiri acara pengumuman pemenang lomba.

Untungnya, ada sedikit waktu luang yang bisa saya manfaatkan untuk berwisata ke Monas yang menjadi ikon Jakarta, sekaligus salah satu tempat yang paling ingin saya kunjungi di Jakarta.

Tapi entah mengapa, perjalanan saya ke Jakarta terasa hampa tanpa kehadiran suami dan buah hati, meskipun mimpi untuk melihat Monas sudah terwujud.

Perasaan saya tidak benar-benar menikmati apa yang saya lihat. Seolah-olah hati ini tidak rela jika keindahan ini hanya saya nikmati sendiri tanpa orang-orang yang selama ini selalu membersamai saya.

Apalagi, sejak berkeluarga, saya nyaris tak pernah pergi traveling tanpa mereka. Singkatnya, setiap kegiatan traveling, pasti kami lakukan bersama-sama.

Membangun Mimpi-mimpi Baru

Menginjakkan kaki di Jakarta adalah salah satu mimpi pribadi saya sejak dulu. Dan, Monas adalah salah satu destinasi yang paling ingin saya kunjungi. Tapi saat mimpi itu terwujud, semuanya terasa hampa tanpa kehadiran orang-orang yang saya cintai.

Karena itulah, mimpi-mimpi yang saya miliki dulu, kini ingin saya bangun kembali menjadi mimpi-mimpi baru yang tidak hanya akan saya nikmati sendiri, tapi juga bisa dinikmati oleh orang-orang terkasih yang selalu mendukung setiap langkah saya dan menemani saya saat senang maupun susah.

Selain ingin menginjakkan kaki di Jakarta dan melihat Monas, saya juga punya banyak mimpi-mimpi lain, yang semakin hari jumlahnya semakin banyak.

Dari sekian banyak mimpi-mimpi yang perlahan mulai saya bangun, pergi haji ke tanah suci makkah, punya rumah sendiri, liburan ke luar negeri, keliling Indonesia, dan liburan ke 3 Gili (Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air) di Lombok adalah beberapa diantaranya.

Khusus untuk liburan ke 3 Gili di Lombok, ini adalah impian saya sejak bekerja di Bali. Ya, setelah merasa lebih percaya diri dengan kemampuan saya, saya pun mulai menyusun rencana untuk membangun mimpi saya sendiri. Karena itulah, saya berani meninggalkan pekerjaan lama saya sebagai penjaga warnet, untuk mencoba tantangan baru yang lebih prospektif.

Nah, ketika bekerja di Bali itulah, nyaris setiap hari saya mendengar 3 pulau cantik ini disebut-sebut oleh rekan-rekan kerja yang bertugas menghandle customer--yang rata-rata memang berasal dari 3 Gili tersebut. Sejak saat itu, saya semakin penasaran dan ingin mengunjunginya.

Dari rasa penasaran tersebut, saya semakin sering mencari tahu tentang Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Semakin banyak saya membaca dan menonton vlog-vlog dari para traveller, semakin tertarik hati saya untuk berwisata ke sana.

Tapi, apa sih yang bikin saya ngebet datang ke 3 Pulau Gili tersebut, rasanya beberapa poin berikut ini adalah yang paling mewakili.

1. Pantai adalah favorit destinasi wisata keluarga kami

"Mi… kapan kita ke rumah mbah Rahmi lagi?" Begitu rajuk Zayn--anak bungsu saya setiap kali ia teringat pada liburan kami di Lombok beberapa bulan yang lalu.

"Iya mi, kapan kita main ke pantai lagi?" Timpal masnya yang juga selalu excited kalau kita lagi ngomongin soal pantai.

Sebenarnya nggak cuma mereka, saya juga selalu merasa senang setiap kali liburan ke pantai. Mungkin, karena selama ini saya lebih banyak menghabiskan waktu di gunung, sehingga jalan-jalan ke pantai selalu terasa lebih menarik, lebih greget, lebih… pokoknya lebih segala-galanya daripada liburan ke tempat-tempat yang menawarkan pemandangan alam berupa pegunungan atau hijaunya persawahan yang selama ini sudah menjadi menu harian buat mata saya.

Saking senangnya anak-anak main ke pantai, mereka seolah-olah tak pernah bosan dan tak pernah puas. Rasanya, tak pernah cukup waktu 2 atau 3 jam kalau liburan ke pantai. Karena itu, kalau liburan ke pantai, kami selalu berusaha berangkat lebih awal agar punya waktu lebih banyak.

Buat saya pribadi, debur ombak di pantai dan pemandangan berupa laut lepas selalu menghadirkan kedamaian tersendiri buat saya.

Bisa dibilang, pantai adalah destinasi wisata favorit kami. Jika diberikan pilihan, saya maupun anak-anak pasti akan memilih pantai dibandingkan dengan destinasi wisata yang lainnya. Karena memang, kami sangat menyukainya.

2. Bebas kendaraan bermotor

Tempat yang bebas kendaraan bermotor seperti di Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air, adalah tempat yang menurut saya sangat menarik.

Meskipun saya bukanlah seorang aktivis lingkungan, namun jauh di dalam lubuk hati saya, saya selalu mendukung berbagai bentuk kegiatan yang mendorong pengurangan emisi karbon dari kendaraan bermotor, atau hal-hal yang membantu mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Apalagi, sebagai seorang blogger saya sudah sering banget membaca dan menulis topik yang berkaitan dengan pemanasan global maupun dampaknya terhadap iklim di bumi yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil.

Karena itulah, saya benar-benar penasaran bagaimana rasanya hidup di tempat yang tidak ada kendaraan bermotor seperti di Gili Trawangan.

3. Banyak akomodasi dengan view laut

Entah mengapa, saya sangat suka memandang laut dan mendengar debur ombak. Saya bahkan sering membayangkan diri saya punya rumah dengan pemandangan mengarah langsung ke arah samudera nan luas.

Karena itulah, saya selalu tertarik dengan akomodasi seperti hotel-hotel yang menawarkan view laut. Seperti, hotel Vila Ombak yang ada di Gili Trawangan.

Pertama kali saya mengetahui hotel Vila Ombak ini dari aplikasi salah satu artikel yang secara khusus membahas tentang beberapa hotel terbaik pemandangan langsung ke arah laut.

Penasaran dengan hotel Vila Ombak bikin saya langsung membuka aplikasi Traveloka buat ngecek tarif menginap permalam di sana. Karena saya sudah kadung percaya sama "murahnya" Traveloka.

Harganya yang sudah jelas murah inilah yang membuat saya tidak ragu mengandalkan aplikasi Traveloka buat mengakomodasi berbagai aktivitas travelling saya seperti, booking tiket pesawat hingga cek harga hotel. Bahkan, saya juga sering pakai aplikasinya buat beli pulsa listrik murah.

Tidak cuma saya gunakan sendiri, saya juga sering menggunakannya saat dimintai bantuan oleh saudara buat beli tiket pesawat. Jadi, ya… aplikasi Traveloka itu kayak aplikasi wajib di smartphone.

Aplikasi Traveloka ini menurut saya "serbaguna" banget. Kita nggak hanya bisa ngandelin aplikasi ini buat merencanakan perjalanan wisata yang menyenangkan dan terjamin, tapi juga bisa diandalkan buat memudahkan hidup sehari-hari.

4. Banyak snorkeling sport yang menarik

Jujur saja, saya nggak bisa berenang. Tapi kalau ngeliat traveler yang lagi pamer aktivitas snorkeling, bawaannya pasti langsung kepingin.

Kalau melihat orang lagi snorkeling, saya selalu membayangkan diri saya bisa snorkeling dan menikmati keindahan pemandangan bawah laut yang penuh dengan ikan-ikan dan terumbu karang.

Karena siapa sih yang nggak pengen merasakan sensasi menyelam (diving) dan snorkeling sambil melihat ikan-ikan laut yang lucu-lucu dan menggemaskan diantara warna-warni terumbu karang yang cantik itu?

Traveling Cara Aku: #LifeYourWay

Meskipun saya suka dengan kegiatan travelling yang dipersiapkan secara matang, tapi saya juga wellcome sama kegiatan travelling yang sifatnya mendadak (spontan) dan tanpa persiapan yang matang.

Bahkan kalau dihitung-hitung, rasanya kami lebih sering melakukan kegiatan travelling tanpa rencana dibandingkan dengan yang direncanakan terlebih dahulu.

Selain itu, kami juga nggak terlalu pilih-pilih destinasi wisata. Kalau mau pergi, ya pergi aja. Kami juga tidak terlalu mementingkan review. Asalkan tempat tersebut menarik buat kami, ya… kami datangi saja. Karena buat saya dan suami, proses, pengalaman, dan kebersamaan, itu lebih penting daripada pelayanan yang memuaskan atau sekedar akomodasi yang sempurna.

Intinya, #LifeYourWay. Karena menurut saya, wisata yang menyenangkan itu… kalau kita mau ikutin suara hati dan jalani hidup dengan cara kita sendiri. Jadi, apa yang menurut kita nyaman dan enak serta tidak merugikan orang lain, ya… jalanin aja. Sesimple itu sih menurut aku. What about you?

Husnul Khotimah
Seorang ibu yang senang menulis tentang motivasi diri, parenting dan juga tentang kehidupan sehari-hari di Jombloku. Semoga blog ini bisa membawa manfaat buat kita semua.

Related Posts

1 komentar

  1. Terharu baca tulisanmu, keren banget karena semangat juangmu tinggi dan semangat untuk belajar mengantarkan ke kehidupan yang lebih baik...semangat berkarya ya!

    BalasHapus

Posting Komentar