Perjuangan Saya Menerapkan Ramadhan yang Ramah Lingkungan Kepada Anak

15 komentar

Alhamdulillah, ini adalah tahun ketiga anak sulung saya belajar berpuasa di bulan Ramadhan. Meski usianya baru 8 tahun namun, ia sudah berani berlatih berpuasa seharian penuh sejak usia 6 tahun.

Pada bulan Ramadhan 2 tahun yang lalu, ketika ia pertama kali belajar berpuasa, lebih dari 20 hari dari 30 hari bulan Ramadhan ia lalui dengan berpuasa penuh.

Setahun berselang, ia kembali berpuasa di bulan Ramadhan. Alhamdulillah… hari-hari yang ia lalui untuk berpuasa lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

internet provider

Dan, Ramadhan di tahun 2023 ini, puasanya lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain melatihnya berpuasa seharian penuh, saya dan suami berusaha untuk melatih anak melakukan kegiatan yang ramah lingkungan selama bulan Ramadhan.

Saat melatih anak berpuasa, terutama di saat-saat genting, saya kadang mengalihkan perhatiannya pakai tontonan seperti Youtube kids di tv karena kebetulan kami sudah langganan internet cepat dari IndiHome.

Dan, tentu saja, kami berharap kegiatan-kegiatan baik (ramah lingkungan) yang kami lakukan di bulan Ramadhan bisa terus kami budayakan dalam kehidupan sehari-hari di luar bulan Ramadhan.

Melatih Anak Berperilaku Ramah Lingkungan di Bulan Ramadhan

“Nak ambil nasi secukupnya aja.” Tegur saya kepada anak-anak yang terlihat sibuk mengisi piringnya dengan nasi dan berbagai lauk-pauk, meski piring yang ia pegang sudah tampak penuh.

“Nanti kalau kurang, boleh tambah lagi kok.” Imbuh saya untuk mengingatkannya sekali lagi.

Tapi tampaknya, rasa lapar setelah seharian berpuasa membuat anak saya kalap tak terkendali dan tak mampu beri teguran saya.

Sebagai seorang ibu, saya tentu saja bisa memahami mengapa anak saya terlihat begitu semangat mengisi piringnya dengan nasi dan lauk-pauk lebih banyak dibandingkan dengan porsi makannya di hari-hari biasa.

Melihatnya mengambil begitu banyak nasi dan lauk-pauk. Saya meminta suami untuk mengurangi porsi makannya. Karena saya yakin, makanan yang diambil oleh anak saya tidak akan habis.

Nah, biasanya kalau makanan anak-anak nggak habis, tugas saya dan suami lah untuk menghabiskannya. Karena kami berprinsip, tidak akan membuang makanan meskipun itu adalah makanan sisa.

Selama masih layak untuk dikonsumsi, kami akan berusaha untuk menghabiskannya.

Benar saja…

Setelah anak mulai makan dan minum untuk berbuka. Piringnya terlihat masih banyak lambat laun ia mulai terlihat makan lebih perlahan, yang menandakan bahwa perutnya mulai terisi.

Sejurus kemudian, ia mulai mengaku kenyang meski nasi di piringnya masih tersisa setengah porsi.

“Umi, kenyang!” Begitu seru anak saya yang mulai menyadari bahwa ia tidak akan sanggup menghabiskan semua nasi dan lauk pauk yang diambilnya sendiri.

Saya yakin, kejadian saat berbuka puasa ini akan menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk anak saya. Sehingga di lain waktu, ia bisa memperkirakan jumlah nasi dan lauk pauk yang bisa dihabiskannya, agar tidak ada makanan yang tersisa dari piringnya.

Saya yakin, tidak hanya anak saya yang berbuka secara boros hingga tak mampu menghabiskan makanan yang dihidangkan.

Apalagi, saat kita merasa lapar seperti ketika puasa, kita seringkali membeli berbagai macam makanan untuk berbuka puasa. Tapi hanya sebagian dari makanan-makanan tersebut yang mampu kita habiskan.

Tidak jarang, sisa makanan yang tidak habis kita konsumsi tersebut berakhir di tong sampah.

Buang-buang makanan atau (wasting food) adalah salah satu contoh perbuatan yang kurang ramah lingkungan. Sayangnya, perbuatan seperti ini justru lebih banyak terjadi di bulan Ramadhan.

Padahal, salah satu tujuan Allah memerintahkan kita untuk berpuasa di bulan Ramadhan adalah, untuk menahan diri, berhemat, dan mengingat serta merasakan penderitaan kaum fakir miskin.

Menurut Dewi Fatmaningrum di acara Road to Eathink Market Fest 2022 lalu, Indonesia menempati urutan ketiga dari negara-negara di dunia dalam hal food waste.

Istilah food waste merujuk pada limbah pangan di tingkat konsumen hingga pasar ritel. Di mana, makanan dibuang karena tidak laku atau karena tidak habis dikonsumsi di rumah-rumah.

Faktanya, food waste atau menyia-nyiakan makanan tidak hanya menjadikan kita sebagai orang yang boros dan kurang peka terhadap kaum miskin, tapi juga, bisa menyebabkan pemborosan sumber daya. 

Karena ketika makanan dibuang, sumber daya yang digunakan untuk memproduksi, mengemas, dan mengirim makanan menjadi terbuang sia-sia. Hal ini mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan berdampak pada lingkungan.

Lalu, makanan yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) akan membusuk dan menghasilkan gas metana. Yaitu, gas rumah kaca yang lebih berbahaya daripada karbon dioksida. Gas metana ini berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim.

Belum lagi dampaknya bagi kesehatan dan sanitasi. Di mana makanan sisa yang terbuang dan dibiarkan terurai pasti akan menarik hewan dan serangga seperti tikus, lalat, dan kecoa yang dapat menyebarkan penyakit dan merusak sanitasi lingkungan sekitar.

Kemudian, membuang-buang makanan sama artinya dengan menghambur-hamburkan uang, terutama kalau makanan tersebut masih bisa dimakan. Jika terus dibiarkan, kebiasaan buruk ini bisa berdampak pada biaya hidup yang lebih tinggi dan memperburuk ketidaksetaraan ekonomi.

Selain melatih anak untuk tidak menyia-nyiakan makanan, saya juga selalu berusaha untuk melatih anak berperilaku ramah lingkungan di bulan Ramadhan dengan,

1. Tidak Boros Listrik

Saya dan suami bekerja memanfaatkan layanan internet provider internet sebagai blogger, content writer, dan belakangan mulai aktif sebagai influencer di sosial media.

Karena itu, tidak heran apabila di rumah, selain ada jaringan Wifi dari IndiHome yang menawarkan internet cepat, juga banyak gadget.

Mulai dari TV pintar, komputer dan laptop, tablet, hingga smartphone, semuanya bisa dijumpai di rumah kami.

Semua peralatan elektronik tersebut tentu saja membutuhkan listrik untuk menghidupkan atau mengisi baterainya. Meski rata-rata gadget yang kami gunakan sudah cukup hemat listrik, tapi saya sadar… gadget yang hemat listrik sekalipun tidak akan berarti apa-apa jika kita berperilaku boros. Misalnya,

  • Enggan mematikan komputer setelah tidak digunakan
  • Tidak mengaktifkan mode sleep atau suspend pada komputer dan laptop
  • Mengaktifkan tingkat kecerahan smartphone yang terlalu tinggi hingga baterainya lebih cepat habis
  • Menggunakan gadget untuk hal-hal yang kurang produktif
  • Mematikan smartphone atau mengaktifkan mode Super Hemat Daya saat tidur di malam hari
  • Atau tidak beralih dari komputer ke gadget yang hemat listrik seperti tablet dan smartphone saat melakukan tugas-tugas ringan seperti membaca, browsing, mengecek email, streaming musik, dan berbagai kegiatan yang tidak membutuhkan resource besar

2 Tidak Boros Data Internet

Salah satu kegiatan yang membuat anak-anak tidak bermain gadget

Meskipun di rumah kami ada internet cepat dari Telkom Indonesia berupa jaringan WiFi IndiHome, tapi saya selalu berusaha untuk menekankan kepada anak-anak agar mereka tidak boros dalam menggunakan data.

Karena meskipun kita diberi kuota berlimpah oleh penyedia layanan jasa internet, kita tetap harus bersikap hemat. Mengingat, perilaku kita akan mempengaruhi sumber daya, biaya, dan energi yang digunakan untuk menyediakan fasilitas internet bagi kita konsumen.

Beberapa kiat yang saya terapkan untuk mengontrol agar anak-anak tidak boros dalam menggunakan data diantaranya adalah,

  • Memanfaatkan fitur Mode Kids untuk mengontrol screen time
  • Mewajibkan anak-anak untuk melakukan kegiatan positif sebelum memegang gadget. Misalnya, mereka boleh memilih apakah akan membaca buku, membantu pekerjaan rumah tangga seperti menyapu atau membereskan mainan, mengaji atau menghafal sebelum boleh menonton YouTube Kids atau bermain mobile game
  • Hanya memperbolehkan anak-anak memegang gadget di jam-jam tertentu meskipun koneksi internet cepat di rumah kami selalu tersedia.
  • Konsisten menerapkan peraturan di atas

3. Hemat air

Di bulan Ramadhan, biasanya kita akan lebih sering menggunakan air untuk berwudhu dibandingkan dengan hari-hari biasa. Karena, lebih banyak ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan.

Dan, sayangnya, masih banyak umat Islam yang tidak menjadikan cara wudhu Rasulullah ﷺ sebagai contoh dalam berwudhu.

Akibatnya, banyak air yang terbuang sia-sia. Padahal, menurut sejumlah hadits, air wudhu yang digunakan oleh Rasulullah ﷺ tidak lebih dari 600 ml.

Selain boros air, wudhu dengan menggunakan air yang terlalu banyak justru dihukumi makruh atau tidak disukai oleh Allah ﷻ.

Karena itu, sejak dini kami berusaha untuk melatih anak agar hemat dalam menggunakan air saat berwudhu.

4. Menggunakan produk lokal

Hal lain yang kami lakukan untuk melatih anak berperilaku ramah lingkungan di bulan Ramadhan adalah mencintai dan menggunakan produk lokal.

Karena saya percaya, semakin banyak produk-produk lokal yang kita gunakan, hal itu pasti bisa membantu menghemat energi maupun biaya transportasi yang dibutuhkan untuk mengangkut berbagai kebutuhan kita dari tempat-tempat yang jauh. Entah itu makanan atau minuman dan berbagai kebutuhan sehari-hari yang lainnya.

6. Membiasakan diri membawa bekal dari rumah

Saat bepergian, kami selalu berusaha untuk membawa bekal dari rumah, meskipun itu hanya sekedar air putih.

Karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Pacific Institute di Oakland, California. Jumlah energi yang diperlukan untuk memproduksi, mengangkut, hingga mendinginkan air minum kemasan, nyaris 2000 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah energi yang dibutuhkan jika kita memproduksi air minum sendiri.

Tak hanya itu, botol plastik yang digunakan untuk air kemasan, merupakan salah satu sumber perusak lingkungan yang membutuhkan waktu lebih dari 450 tahun untuk terurai.

Tidak hanya saat bepergian, anak-anak selalu saya latih untuk membawa bekal dari rumah ketika mereka ke sekolah. Baik itu bekal air minum maupun makanan.

7. Membuang sampah di tempat sampah

Meskipun di Indonesia mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Dan, meskipun agama Islam selalu menekankan Untuk menjaga kebersihan kepada umatnya. Namun, nyatanya masih banyak masyarakat yang tidak peduli pada kebersihan lingkungan dengan membuang sampah sembarangan.

Mengingat dampaknya yang sangat serius terhadap lingkungan dan tentu saja pemandangan, saya sangat concern dalam melatih anak untuk membuang sampah di tempat sampah.

Bahkan, untuk menunjukkan ketegasan dan keseriusan saya melatih mereka, saya selalu mencontohkan bagaimana membuang sampah di tempat sampah.

Seperti ketika tidak ada tempat sampah, Saya akan memperlihatkan kepada anak-anak bagaimana sampah tersebut saya kantongi sampai menemukan tempat sampah atau saya bawa pulang.

Di rumah, saya selalu berkata, “siapa yang habis makan jajan tapi nggak buang sampah, tolong sekalian “dimakan” sama bungkusnya!”

Kesimpulan

Bulan Ramadhan adalah salah satu momen yang paling tepat untuk berlatih dan melatih anak-anak berperilaku ramah lingkungan. Mengingat, di bulan Ramadhan banyak contoh yang bisa dijadikan sebagai pelajaran.

Tentunya, contoh yang baik untuk ditiru, dan contoh yang kurang baik untuk ditinggalkan. Seperti, tidak menyia-nyiakan makanan, hemat air saat berwudhu, membuang sampah di tempat sampah, hemat data meskipun punya fasilitas internet cepat dari layanan WiFi rumah, hingga, mencintai dan menggunakan produk lokal untuk menghemat energi.

Bagaimana dengan Anda? Apa yang Anda lakukan untuk menerapkan Ramadhan yang ramah lingkungan di keluarga?

Husnul Khotimah
Seorang ibu yang senang menulis tentang motivasi diri, parenting dan juga tentang kehidupan sehari-hari di Jombloku. Semoga blog ini bisa membawa manfaat buat kita semua.

Related Posts

15 komentar

  1. Wah Bun samaan ini kita sedang mendampingi anak belajar puasa, anak saya kelas 1 SD dan mulai berpuasa sejak tahun lalu, Alhamdulillah full sampai Maghrib dan dapat sebulan penuh, mudah-mudahan tahun ini juga bisa finish.

    Btw thanks sudah berbagi tipsnya ya Bun

    BalasHapus
  2. Bulan Ramadan ini banyak kegiatan di rumah yang bisa diajarkan bersama si kecil ya mak. Minim gadget nih penting sih, jadi untuk pengalihan memang melakukan kegiatan yang seru. Makan juga sama deh, aku selalu bilang sama anakku "ambil secukupnya, nanti tambah lagi kalau kurang".

    BalasHapus
  3. memang mb paling susah untuk mendisiplinkan anak anak dalam hal menghemat terutama menghemat kuota, untungnya aku langganan indihome walau aku pilih paket perbulan yang paling murah tapi koneksi internetnya lancar dan stabil.

    BalasHapus
  4. hidup hemat dan tidak boros. Bukan berarti pelit ya tapi menyesuaikan dengan kebutuhan.
    Dan momen Ramadan pas untuk mengajarkan kepada anak tentang semua hal baik dan menghindari hal tidak manfaat

    BalasHapus
  5. Keren mbaa Inul...kegiatan Ramadhan-nya sungguh ramah lingkungan. Bener juga ya, meski paka wifi yang unlimited ada baiknya kita tetap membatasi karena berkaitan dengan ketersediaan sumber daya. Sama dengan penggunaan air, meski air di sumur kayak unlimited ataupun bisa bayar tagihan PDAM, tetap haris bijaksana menggunakannya. Enlightening mba..Makasiiih.

    BalasHapus
  6. Nah ini nih pas puasa anak2 suka hadaaw jam2 internetnya 😆 kudu kencangkan ikat pinggang deh. Aku ajak beli mainan ke kang mainan dkt rumah biar nggak gadget mulu huhuu. Ramadhan banyak hal ya yg bisa diajarkan ke anak2. Masya Allah 😍

    BalasHapus
  7. Ramadan menjadi saat yang tepat untuk mengajarkan anak hal hal baik ya mbak
    Termasuk mengajari anak untuk menjalani puasa yang ramah lingkungan

    BalasHapus
  8. Ehh,, ini kebiasaan hemat listrikk, tiap kali keluar sekalipun bentaran doang, kabel yang tertancap sebisa mungkin untuk dicabut semua. hahaaa, kalau ga gitu misalkan ketahuan suami, bisa diceramahi juga, hihii, karena kadang lupa sihh
    Kalau buang sampah ke tempat sampah, alhamdulillah tetap terlaksana

    BalasHapus
  9. Nah iya kalau Ramadan identik dg buang2 makanan meski banget harus food waste. jajan segala apa aja dibeli pas buka udah keburu kenyang, tipsnya yg lain bener perlu bnget diterapkan sejak dini

    BalasHapus
  10. MashaAllah~
    Betul yah, bahwa menjaga bumi ini bisa dengan kebiasaan kecil yang terus menerus dilakukan. Contoh sederhananya adalah jangan buang makanan. Selain bisa jadi sampah yang berbahaya juga perilaku mubazir yang gak disukai Allah.

    BalasHapus
  11. Mengajari anak untuk lebih ramah lingkungan kudu bertahap, ya. Mungkin kebanyakan anak gitu, pas buka puasa ngambil makannya banyak, belum ada separonya kadang udah teriak kenyang.

    Hah,.itu kan hikin kita jengkel. Perlu untuk diedukasi ke mereka, bahwa membuang makanan juga tiska baik. Entah dari sisi agam maupun dari lingkungan.

    BalasHapus
  12. Aku nerapin juga ke anak-anakku kalau mau main hape harus selesain dulu semua kewajiban, bikin pr, mandi, beresin tempat tidur, baik Budi, tau batas waktu main, jangan beratem pas main

    BalasHapus
  13. Wiih, keren Mak. Aku malah buang-buang internet karena pakai WiFi. Hehe... Untuk air putih aku juga sering bawa saat berpergian, biar gak beli air mineral dalam kemasan botol.

    BalasHapus
  14. Orang dewasa saja kadang kalap kalau ambil nasi saat berbuka puasa ya, mbak. Hahaha

    BalasHapus
  15. Patut ditiru upaya sederhana yang mbak Inuel ajarkan kepada anak untuk mengambil makanan secukupnya, faktanya 30-40% makanan yang ada memang berakhir sebagai food waste.

    Untuk sisa makanan, saya sempat menggunakan biopori di belakang rumah, tapi belum panen panen kompos sampai sekarang. Pernah juga bikin eco-enzyme dari kulit buah tapi ga berlanjut sampai sekarang haha. Masih malas dan belum bisa istiqamah

    BalasHapus

Posting Komentar